Presiden Korsel Darurat Militer , Tak Akan Mundur
Pada Kamis (12/12/2024), Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol membela keputusannya yang mengumumkan keadaan darurat militer pekan lalu.
Dalam pidato yang disiarkan melalui televisi, Yoon menjelaskan bahwa langkah-langkah tersebut diambil untuk melindungi demokrasi negara.
Ia menambahkan bahwa keputusan itu merupakan langkah hukum untuk mencegah keruntuhannya
demokrasi dan menanggapi kediktatoran yang muncul dari parlemen oposisi.
Yoon mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12/2024) tengah malam waktu setempat, sebagai respon terhadap pertikaian
politik yang bertentangan dengan RUU APBN 2025. Dalam situasi tersebut, ia memerintahkan tentara untuk memasuki ruang parlemen, sementara helikopter mendarat di atap gedung.
Meski banyak desakan agar Yoon gagal atau dimakzulkan, presiden berusia 63 tahun itu teguh pada pendiriannya untuk tetap bertahan.
Saya akan tetap bertahan, apakah saya dimakzulkan atau kelaparan,” ujar Yoon, seperti yang dikutip dari BBC.
“Saya akan berjuang sampai akhir.” Presiden Yoon dan sekutunya tengah atas
pemberontakan pemberontakan, dengan beberapa dari mereka dikenakan larangan perjalanan ke luar negeri.
Namun, Yoon berpendapat bahwa tindakan darurat militer yang diambilnya merupakan aksi pemberontakan.
Ia menyatakan bahwa para lawan politiknya kini sedang membuat propaganda palsu untuk meruntuhkannya.
Dalam pidatonya—yang merupakan yang pertama sejak permintaan maaf pada Sabtu (7/12/2024)—ia kembali mengulangi argumen
yang sama yang disampaikan pada malam pengumuman darurat militer. Ia menyebut ancaman sebagai ancaman,
dan dengan menguasai kendali, ia berupaya melindungi masyarakat serta menjaga demokrasi.
Sementara itu, Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP) yang mengusung Yoon berharap
dapat meyakinkan presiden untuk mengundurkan diri lebih awal, daripada harus memaksanya untuk mundur.
Jika parlemen Korea Selatan menyetujui undang-undang pemakzulan, konferensi akan dilaksanakan oleh lembaga konstitusi.
Yoon dapat dihentikan secara permanen, dua pertiga suara dari pengadilan harus mendukung keputusan tersebut
Jika proses pemakzulan berjalan, keputusan akhir akan bergantung pada hasil konferensi di Pengadilan Konstitusi.
Jika dua pertiga suara dari hakim mendukung pengadilan pemakzulan, maka Yoon Suk Yeol akan dicopot dari jabatannya sebagai Presiden Korea Selatan.
Namun, proses tersebut diperkirakan akan memakan waktu lama, dengan berbagai upaya hukum yang mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang mendukung Yoon.
Sejumlah politisi yang pro-Yoon berpendapat bahwa langkah pemakzulan ini lebih bersifat politis dan bukan karena alasan hukum yang sah.
Mereka juga menekankan pentingnya stabilitas politik dan ekonomi negara, serta mendesaknya para
pihak fokus pada upaya untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi Korea Selatan, yang tengah menghadapi tantangan global.
Di sisi lain, pihak oposisi yang terus mendorong untuk mengizinkan pemakzulan menilai tindakan Yoon sebagai bentuk perlindungan kekuasaan.
Mereka berpendapat bahwa kebijakan darurat militer yang diumumkan oleh Yoon pada Desember 2024 adalah langkah yang
berlebihan dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Sebagai tanggapan, Yoon kembali menegaskan komitmennya untuk melindungi demokrasi dan
mengatasi ancaman yang dianggapnya berasal dari parlemen oposisi. Ia juga mengklaim bahwa langkah darurat
militer yang diambilnya adalah untuk mencegah jatuhnya negara ke dalam pemerintahan otoriter yang dipimpin oleh oposisi.
Namun, meski Yoon tetap teguh dengan pendiriannya, tekanan politik dan persaingan antara pihak pemerintah dan oposisi diperkirakan akan terus memanas.
Banyak pihak yang memandang krisis politik ini sebagai ujian bagi demokrasi Korea Selatan, yang dapat mempengaruhi arah politik negara maju.