
Kesaksian Nakes Pasca Gempa Dahsyat Myanmar, Korban Terus Berdatangan ke RS
Di tempat parkir Rumah Sakit Umum Mandalay, Myanmar, situasi terlihat sangat memilukan. Puluhan pasien dengan kepala dan lengan diperban terbaring di atas tandu atau kardus. Banyak lainnya terpaksa berbaring langsung di atas beton, dengan kondisi yang serba darurat. Para korban luka terus berdatangan tanpa henti, namun tenaga medis yang tersedia sangat terbatas. Menurut pengakuan Dr. Kyaw Zin, seorang dokter bedah di rumah sakit tersebut, mereka kekurangan dokter dan perawat untuk menangani banyaknya pasien yang datang.

Dr. Kyaw Zin menyampaikan situasi tersebut dengan nada penuh kekhawatiran. “Korban luka terus berdatangan, tetapi kami kekurangan dokter dan perawat,” ujarnya, seperti dikutip dari laporan New York Times pada Sabtu (29/3/2025). Rumah sakit tersebut penuh sesak dengan korban gempa yang terluka. Dr. Kyaw Zin bahkan menggambarkan bahwa tidak ada ruang tersisa untuk berdiri, menggambarkan betapa padatnya situasi di sana.
Kesaksian Nakes Pasca Gempa Dahsyat Myanmar, Korban Terus Berdatangan ke RS
Selain kapasitas rumah sakit yang sudah tidak memadai, masalah lain muncul akibat terputusnya saluran telepon pascagempa berkekuatan 7,7 skala Richter yang mengguncang pada hari Jumat. Terputusnya komunikasi membuat Dr. Kyaw Zin tidak bisa NADIA4D menghubungi orang tuanya yang berada di tempat lain. Hal ini semakin menambah kekhawatiran pribadinya, namun ia tetap memilih bertahan di rumah sakit untuk menyelamatkan nyawa para pasien.
“Saya sangat khawatir dengan orang tua saya,” ujarnya dengan nada getir. “Tapi saya belum bisa pulang. Saya harus menyelamatkan nyawa di sini terlebih dahulu.” Keputusan penuh tanggung jawab ini menunjukkan dedikasi tinggi dari tenaga medis yang bertugas, meskipun dalam keadaan pribadi yang tidak pasti.
Kepanikan Saat Gempa Terjadi
Dr. Kyaw Zin menceritakan bahwa saat gempa mengguncang, ia tengah bersiap melakukan operasi. Suasana langsung berubah menjadi kepanikan. Pasien yang berada di dalam rumah sakit, dokter, perawat, dan staf medis semuanya berlarian keluar mencari tempat yang lebih aman. Pada Jumat sore, suasana semakin mencekam ketika suara sirine ambulans meraung tanpa henti, mengiringi datangnya korban luka yang terus berdatangan ke rumah sakit.
Di tempat parkir, para perawat dengan sigap memeriksa pasien. Banyak di antaranya sudah terhubung dengan infus, terbaring di tandu darurat, sementara bau darah yang menyengat memenuhi udara di tengah cuaca panas yang menyiksa. Suara rintihan kesakitan terdengar dari berbagai arah, membuat suasana semakin pilu.
Kerusakan Infrastruktur dan Kesulitan Akses Bantuan
Junta militer Myanmar menyatakan bahwa hingga saat ini mereka belum mengetahui jumlah pasti korban tewas akibat gempa dahsyat tersebut. Salah satu kendala utama adalah kerusakan infrastruktur yang parah, membuat akses menuju daerah terdampak sangat sulit. Hal ini semakin memperparah situasi, mengingat wilayah episentrum gempa berada di Sagaing, daerah yang selama ini menjadi pusat perlawanan terhadap kekuasaan militer.
Para ahli mengkhawatirkan bahwa kerusakan jalan dan bangunan akan menghambat upaya bantuan dan evakuasi korban. Selain itu, konflik bersenjata yang masih berlangsung di kawasan tersebut menambah kompleksitas proses penyelamatan. Kesulitan komunikasi juga menghambat koordinasi bantuan dari luar daerah.
Upaya Bantuan dari Organisasi Kesehatan Dunia
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi bahwa mereka masih mengalami kesulitan memperoleh informasi akurat akibat gempa susulan yang terus terjadi dan gangguan pada sistem komunikasi. Meski begitu, WHO menyatakan bahwa mereka telah memulai upaya pengiriman bantuan medis darurat dari pusat logistik mereka yang berada di kawasan terdekat.
WHO juga menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap kondisi para korban, terutama mereka yang berada di daerah terpencil yang sulit dijangkau. Pasokan medis, air bersih, dan tenaga kesehatan menjadi prioritas utama dalam masa tanggap darurat ini. Pemerintah Myanmar juga dikabarkan tengah meminta bantuan internasional untuk mendukung pemulihan pasca bencana.
Imbauan Solidaritas dan Dukungan Kemanusiaan
Di tengah situasi darurat ini, masyarakat internasional diimbau untuk memberikan solidaritas dan bantuan kepada para korban gempa di Myanmar. Donasi dalam bentuk obat-obatan, alat kesehatan, serta kebutuhan pokok lainnya sangat diperlukan untuk membantu para penyintas.
Selain bantuan materi, dukungan moral juga penting bagi para tenaga medis yang berjuang di lapangan. Banyak dari mereka bekerja tanpa jeda, bahkan mengabaikan keselamatan pribadi demi merawat pasien yang membutuhkan. Sikap heroik ini patut mendapat apresiasi dan dukungan penuh dari berbagai pihak.
Harapan Akan Pemulihan dan Kedamaian
Meskipun gempa telah menghancurkan banyak bangunan dan infrastruktur di Myanmar, harapan akan pemulihan tetap menyala. Bantuan internasional diharapkan segera tiba untuk meringankan beban para korban dan mempercepat proses rekonstruksi. Dukungan dari negara tetangga dan organisasi global akan menjadi langkah penting dalam memastikan Myanmar dapat bangkit dari bencana ini.
Para korban yang selamat akan membutuhkan waktu panjang untuk pulih, baik secara fisik maupun psikologis. Oleh karena itu, peran pemerintah, lembaga kesehatan, dan masyarakat global sangat dibutuhkan agar proses pemulihan berjalan lancar dan korban dapat kembali menjalani kehidupan normal.