Tumpukan Utang Buat Sritex dalam Tekanan Berat
PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, perusahaan tekstil ternama asal Solo, kembali menjadi sorotan publik.
Kali ini, bukan karena ekspansi atau prestasi bisnis, melainkan karena masalah keuangan yang menumpuk.
Utang yang terus membengkak menimbulkan kekhawatiran besar terhadap keberlanjutan bisnis perusahaan yang selama ini dikenal sebagai salah satu pemain utama industri tekstil di Indonesia.
Dalam beberapa waktu terakhir, laporan keuangan Sritex memperlihatkan tanda-tanda tekanan finansial yang serius. Para investor, kreditur, dan pengamat pasar mulai mempertanyakan kemampuan Sritex untuk memenuhi kewajiban utangnya di tengah kondisi industri yang penuh tantangan.
Tumpukan Utang Buat Sritex dalam Tekanan Berat
Sritex bukanlah nama baru. Perusahaan ini telah berdiri sejak 1966 dan berkembang menjadi salah satu perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara. Dengan lini bisnis mulai dari pemintalan benang, penenunan kain, pencelupan, hingga produksi pakaian militer dan fesyen, Sritex dikenal memiliki rantai produksi terintegrasi vertikal.
Perusahaan ini juga memiliki portofolio ekspor ke lebih dari 50 negara, termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan Timur Tengah. Tidak hanya kuat di pasar domestik, Sritex juga memiliki reputasi internasional yang cukup kokoh—khususnya dalam hal penyediaan seragam militer untuk berbagai negara.
Awal Mula Krisis Utang Sritex
Meski sempat menikmati masa kejayaan, terutama sebelum pandemi COVID-19, kondisi keuangan Sritex mulai terguncang sejak 2020. Pandemi menyebabkan permintaan tekstil global anjlok drastis, berdampak langsung pada pendapatan perusahaan. Beban operasional tetap tinggi, sementara pendapatan menurun signifikan.
Krisis diperparah dengan utang jangka pendek dan jangka panjang yang mulai jatuh tempo. Alih-alih membaik, kondisi keuangan Sritex justru memburuk seiring waktu. Pada akhirnya, perusahaan mengalami gagal bayar (default) atas beberapa instrumen pinjaman.
Total Utang yang Mencemaskan
Dalam laporan keuangan terakhir, Sritex mencatat total utang yang mencapai triliunan rupiah. Utang tersebut tersebar dalam bentuk pinjaman bank, obligasi, dan utang usaha lainnya. Beberapa pihak perbankan dan investor institusi telah menyuarakan kekhawatiran atas kemampuan Sritex dalam menyelesaikan kewajibannya.
Kondisi ini membuat lembaga pemeringkat menurunkan peringkat kredit perusahaan. Sentimen negatif pasar terhadap saham SRIL (kode emiten Sritex) pun meningkat. Harga sahamnya sempat anjlok tajam akibat tekanan dari kekhawatiran investor.
Restrukturisasi Jadi Pilihan Sulit
Untuk menghindari kebangkrutan, Sritex mencoba melakukan restrukturisasi utang. Proses ini melibatkan negosiasi dengan kreditur agar mendapatkan kelonggaran pembayaran, baik berupa perpanjangan tenor, penurunan bunga, maupun konversi utang menjadi ekuitas.
Namun, proses restrukturisasi tidak berjalan mulus. Ada berbagai kepentingan antara Sritex dan kreditur yang perlu diselaraskan. Apalagi, restrukturisasi yang tidak disepakati bersama bisa memperparah krisis kepercayaan pasar terhadap perusahaan.
Dampak Terhadap Industri dan Pekerja
Kondisi keuangan Sritex yang tertekan bukan hanya berdampak pada pemegang saham atau kreditur, tetapi juga terhadap ribuan karyawannya. Sebagai salah satu perusahaan dengan jumlah tenaga kerja besar, terutama di sektor manufaktur, ketidakpastian ini menimbulkan kekhawatiran pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Selain itu, perusahaan tekstil lain yang menjadi mitra bisnis atau pemasok bagi Sritex juga berpotensi terdampak secara tidak langsung. Krisis ini dapat menyebar ke industri pendukung, mengingat Sritex memiliki jaringan bisnis yang luas di dalam negeri.
Baca juga:Idul Adha 2025 Tahun Berapa Hijriah? Simak Informasinya!
Upaya Penyelamatan dan Harapan ke Depan
Meski dalam kondisi sulit, Sritex masih menunjukkan itikad untuk bangkit. Perusahaan menyatakan komitmennya untuk menyelesaikan restrukturisasi dan menjaga operasional tetap berjalan. Dukungan dari pemerintah dan perbankan nasional juga diharapkan dapat membantu meringankan beban keuangan perusahaan.
Sritex perlu melakukan efisiensi besar-besaran, memperbaiki arus kas, dan memperkuat kepercayaan investor. Salah satu strategi yang mungkin diambil adalah menjual aset tidak produktif atau mengalihkan fokus pada pasar ekspor yang lebih menjanjikan.