Israel Panggil Pasukan Cadangan untuk Invasi Gaza dalam Skala Besar
Konflik antara Israel dan kelompok militan di Jalur Gaza kembali mencapai titik kritis.
Pada awal Mei 2025, pemerintah Israel mengumumkan pemanggilan ribuan pasukan cadangan dalam rangka persiapan invasi darat berskala besar ke wilayah Gaza.
Langkah ini diambil setelah serangkaian serangan roket dan drone yang diluncurkan oleh Hamas dan kelompok militan lainnya dari Gaza terus meningkat, memicu respons militer yang lebih agresif dari Tel Aviv.
Israel Panggil Pasukan Cadangan untuk Invasi Gaza dalam Skala Besar
Pemanggilan pasukan cadangan ini merupakan bagian dari langkah strategis yang mengindikasikan bahwa Israel tengah mempersiapkan
operasi militer jangka panjang, dengan skala dan intensitas yang belum pernah terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Pemerintah Israel menyebut tindakan ini sebagai bentuk perlindungan terhadap warganya, namun komunitas internasional mulai menyuarakan kekhawatiran terhadap potensi eskalasi dan krisis kemanusiaan yang lebih dalam.
Latar Belakang Serangan dan Ketegangan Terkini
Ketegangan antara Israel dan Gaza bukan hal baru. Namun, intensitas konflik pada 2025 meningkat secara signifikan sejak awal April, ketika Hamas dan kelompok Jihad Islam Palestina meluncurkan lebih dari 300 roket ke arah wilayah selatan Israel, termasuk Ashkelon dan Be’er Sheva. Serangan ini disebut sebagai balasan atas penahanan puluhan aktivis Palestina dan serangan udara Israel ke sejumlah titik di Rafah dan Khan Younis.
Sebagai tanggapan, militer Israel (IDF) meluncurkan operasi pembalasan dengan menargetkan pangkalan peluncuran roket, gudang senjata, dan markas Hamas. Namun, peningkatan serangan tidak kunjung mereda, mendorong pemerintah Israel untuk mengambil langkah lebih drastis, termasuk pemanggilan lebih dari 80.000 personel cadangan dari berbagai divisi militer.
Pernyataan Pemerintah dan Militer Israel
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, dalam konferensi pers darurat di Yerusalem, menyatakan bahwa negaranya sedang dalam kondisi darurat nasional. Ia menegaskan bahwa Israel berhak mempertahankan diri dari serangan yang mengancam kehidupan warganya.
“Kami tidak menginginkan perang, tetapi kami tidak akan ragu untuk mengambil semua langkah yang diperlukan untuk melindungi tanah air dan warga negara kami. Pasukan cadangan kami dipanggil untuk memperkuat front dan siap menghadapi setiap kemungkinan,” ujar Netanyahu.
Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, juga menambahkan bahwa pengerahan pasukan ini bertujuan untuk menciptakan “zona aman” di sepanjang perbatasan Gaza dan untuk menghancurkan infrastruktur militer Hamas yang semakin canggih.
Mobilisasi dan Persiapan Invasi
Militer Israel telah memulai pengerahan besar-besaran kendaraan lapis baja, tank Merkava, serta artileri ke perbatasan selatan. Gambar satelit dan laporan dari media lokal menunjukkan konvoi militer yang memanjang menuju perbatasan Gaza. Pos komando sementara juga telah dibangun di beberapa titik strategis, termasuk sekitar Netivot dan Sderot.
Para analis memperkirakan bahwa jika invasi ini dilancarkan secara penuh, Israel tidak hanya akan menyerang sasaran udara, tetapi juga melakukan operasi darat menyisir wilayah Gaza untuk menangkap pemimpin militan, menghancurkan terowongan bawah tanah, dan mengendalikan zona-zona tertentu.
Kepala Staf Umum IDF, Letjen Herzi Halevi, menyebut operasi ini sebagai “misi kompleks” yang memerlukan koordinasi intensif di darat, laut, dan udara.
Baca juga:Gugatan Hasil PSU Bertambah, Kemendagri Minta Pelayanan Publik Tak Terganggu
Respons dan Kekhawatiran Internasional
Komunitas internasional mulai menyuarakan keprihatinan atas potensi eskalasi konflik. Sekretaris Jenderal PBB
António Guterres, mendesak semua pihak untuk menahan diri dan memprioritaskan solusi diplomatik.
“Setiap langkah militer berskala besar di Gaza hanya akan memperburuk penderitaan rakyat sipil.
Semua pihak harus segera menghentikan kekerasan dan membuka ruang dialog,” tegas Guterres dalam pernyataan tertulis.
Uni Eropa, melalui perwakilan urusan luar negeri Josep Borrell, juga menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap
situasi kemanusiaan yang memburuk di Gaza, menyusul blokade ketat dan serangan udara yang menghantam fasilitas publik, termasuk rumah sakit dan sekolah.
Dampak bagi Warga Sipil
Di tengah peningkatan aktivitas militer, rakyat sipil menjadi pihak yang paling terdampak.
Laporan dari Palestinian Red Crescent menyebutkan bahwa lebih dari 250 warga sipil Palestina telah terluka
dan puluhan lainnya meninggal dunia sejak konflik kembali meletus.
Warga Gaza kini menghadapi kekurangan air bersih, listrik, dan akses medis akibat rusaknya infrastruktur.
Beberapa rumah sakit dilaporkan mengalami kelebihan kapasitas, sementara ribuan warga telah mengungsi ke tempat perlindungan darurat.
Sementara itu, di pihak Israel, sirene peringatan terus berbunyi di wilayah selatan, memaksa warga masuk
ke tempat perlindungan bawah tanah. Sekolah-sekolah diliburkan dan jalur transportasi utama ditutup demi keamanan.
Analisis Militer: Risiko dan Tantangan
Pengamat militer memperingatkan bahwa invasi darat ke Gaza bukan tanpa risiko.
Meskipun Israel memiliki kekuatan militer yang jauh lebih unggul, pengalaman sebelumnya menunjukkan
bahwa operasi darat di wilayah padat penduduk seperti Gaza akan memicu perlawanan sengit dan berisiko tinggi terhadap korban sipil dan militer.
Terowongan bawah tanah yang dibangun Hamas, yang dikenal sebagai “metro Gaza”, diyakini masih aktif dan menjadi
tantangan utama dalam operasi pembersihan. Selain itu, kota-kota padat seperti Gaza City dan Rafah menjadi medan yang kompleks bagi pertempuran urban.
Analis dari Institute for National Security Studies (INSS) di Tel Aviv menyatakan bahwa tujuan militer Israel
mungkin tidak hanya menghentikan serangan roket, tetapi juga melemahkan secara permanen struktur kekuasaan Hamas di Gaza.
Reaksi Publik di Dalam Negeri
Langkah pemerintah memanggil pasukan cadangan mendapat dukungan dari sebagian besar publik Israel
terutama di wilayah selatan yang kerap menjadi sasaran roket. Namun, kelompok-kelompok hak asasi
manusia di dalam negeri mengingatkan agar operasi militer dilakukan dengan hati-hati dan tidak melanggar hukum internasional.
Di sisi Palestina, gelombang unjuk rasa terjadi di Tepi Barat dan beberapa negara Arab sebagai bentuk
solidaritas terhadap Gaza. Para pemimpin Palestina mengecam keras langkah Israel dan menyebutnya sebagai bentuk penjajahan baru yang akan memperburuk penderitaan rakyat.
Kesimpulan: Situasi yang Membutuhkan Kepekaan Politik
Pemanggilan pasukan cadangan oleh Israel dan persiapan invasi besar ke Gaza menunjukkan bahwa konflik Israel-Palestina kembali memasuki babak berbahaya.
Jika tidak diatasi dengan diplomasi yang efektif, eskalasi ini dapat membawa dampak luas tidak hanya bagi kawasan Timur Tengah, tetapi juga pada stabilitas global secara umum.
Pihak internasional diharapkan segera turun tangan, bukan hanya sebagai penengah, tetapi juga sebagai penjamin perlindungan warga sipil.
Sementara itu, masa depan konflik ini masih sangat bergantung pada keputusan strategis yang akan
diambil dalam beberapa hari mendatang—apakah menuju gencatan senjata, atau perang darat dalam skala penuh.