Kecelakaan Pesawat Azerbaijan Airlines, Korban Selamat

Kecelakaan Pesawat Azerbaijan Airlines, Korban Selamat Mengaku Mendengar Ledakan Sebelum Jatuh

ASTANA, worldwidetargeting.com – Tragedi kecelakaan pesawat Azerbaijan Airlines J2-8243 pada Rabu (25/12/2024) menewaskan 38 orang dan menyisakan cerita mengerikan dari para korban selamat. Mereka mengungkapkan bahwa ledakan keras terdengar sebelum pesawat kehilangan kendali dan jatuh di dekat kota Aktau, Kazakhstan. Peristiwa ini kembali menyoroti bahaya penerbangan sipil di zona konflik, terutama yang diperburuk oleh ancaman drone.

Kecelakaan Pesawat Azerbaijan Airlines, Korban Selamat

Subhonkul Rakhimov, salah satu korban selamat, mengaku mendengar ledakan keras sebelum pesawat mulai terguncang. “Saya berpikir pesawat akan hancur,” ujarnya dari rumah sakit tempat ia dirawat. Kesaksian serupa datang dari Vafa Shabanova, yang menyebut ada ledakan kedua sebelum pramugari memindahkannya ke bagian belakang pesawat. Pramugari Asadov menambahkan bahwa ia mendengar tiga ledakan, salah satunya berasal dari sayap kiri pesawat. Ledakan tersebut menyebabkan kabin kehilangan tekanan dan suasana menjadi kacau.

Pesawat yang seharusnya terbang dari Baku, Azerbaijan, menuju Grozny di Rusia selatan ini terpaksa dialihkan ke Kazakhstan karena kabut tebal dan ancaman drone. Rekaman video dari dalam kabin menunjukkan suasana panik, dengan masker oksigen diturunkan dan penumpang bersiap menggunakan rompi pelampung.

Penyebab Kecelakaan dan Investigasi Berlanjut

Pihak Azerbaijan Airlines menyatakan bahwa kecelakaan ini disebabkan oleh gangguan eksternal fisik dan teknis, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Namun, sumber investigasi mengungkapkan dugaan bahwa pesawat secara keliru ditembak jatuh oleh pertahanan udara Rusia. Informasi ini masih menunggu konfirmasi resmi dari otoritas Azerbaijan dan Kazakhstan.

Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, menolak memberikan komentar terkait dugaan ini. Kementerian Transportasi Rusia juga belum memberikan tanggapan resmi, menunggu hasil investigasi lengkap. Sementara itu, laporan awal menunjukkan bahwa kapten pesawat sempat mempertimbangkan mendarat di laut tetapi akhirnya memilih pendaratan darurat di Aktau.

Tragedi ini menambah daftar panjang kecelakaan penerbangan sipil di zona konflik. Peristiwa serupa sebelumnya termasuk jatuhnya pesawat Ukraine International Airlines PS752 oleh Iran pada 2020 dan pesawat Malaysia Airlines MH17 yang ditembak jatuh di Ukraina timur pada 2014. Insiden-insiden ini menjadi pengingat akan risiko besar yang dihadapi penerbangan sipil di wilayah dengan ketegangan geopolitik tinggi.

Kecelakaan pesawat Azerbaijan Airlines J2-8243 menjadi tragedi yang mengundang perhatian dunia, terutama karena kesaksian korban selamat yang mengungkap adanya ledakan sebelum pesawat jatuh. Dengan investigasi yang masih berlangsung, harapan publik tertuju pada kejelasan penyebab utama kecelakaan ini serta langkah pencegahan di masa mendatang.

Bahaya penerbangan sipil di zona konflik terus menjadi tantangan serius yang memerlukan solusi global. Upaya kolektif dari pemerintah dan industri penerbangan diperlukan untuk melindungi keselamatan penumpang di seluruh dunia.

Presiden Korsel Darurat Militer, Tak Akan Mundur

Presiden Korsel Darurat Militer , Tak Akan Mundur

Seorang pedemo perempuan membawa papan berkata, Yoon Suk Yeol harus lengser, dalam aksi damai di Seoul, Rabu (4/12/2024), buntut dari darurat militer yang diumumkan Presiden Korea Selatan.(AFP/PHILIP FONG) Presiden Korsel Darurat Militer, Tak Akan Mundur

Pada Kamis (12/12/2024), Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol membela keputusannya yang mengumumkan keadaan darurat militer pekan lalu.

Dalam pidato yang disiarkan melalui televisi, Yoon menjelaskan bahwa langkah-langkah tersebut diambil untuk melindungi demokrasi negara.

Ia menambahkan bahwa keputusan itu merupakan langkah hukum untuk mencegah keruntuhannya

demokrasi dan menanggapi kediktatoran yang muncul dari parlemen oposisi.

Yoon mengumumkan darurat militer pada Selasa (3/12/2024) tengah malam waktu setempat, sebagai respon terhadap pertikaian

politik yang bertentangan dengan RUU APBN 2025. Dalam situasi tersebut, ia memerintahkan tentara untuk memasuki ruang parlemen, sementara helikopter mendarat di atap gedung.

Meski banyak desakan agar Yoon gagal atau dimakzulkan, presiden berusia 63 tahun itu teguh pada pendiriannya untuk tetap bertahan.

Saya akan tetap bertahan, apakah saya dimakzulkan atau kelaparan,” ujar Yoon, seperti yang dikutip dari BBC.

“Saya akan berjuang sampai akhir.” Presiden Yoon dan sekutunya tengah atas

pemberontakan pemberontakan, dengan beberapa dari mereka dikenakan larangan perjalanan ke luar negeri.

Namun, Yoon berpendapat bahwa tindakan darurat militer yang diambilnya merupakan aksi pemberontakan.

Ia menyatakan bahwa para lawan politiknya kini sedang membuat propaganda palsu untuk meruntuhkannya.

Dalam pidatonya—yang merupakan yang pertama sejak permintaan maaf pada Sabtu (7/12/2024)—ia kembali mengulangi argumen

yang sama yang disampaikan pada malam pengumuman darurat militer. Ia menyebut ancaman sebagai ancaman,

dan dengan menguasai kendali, ia berupaya melindungi masyarakat serta menjaga demokrasi.

Sementara itu, Partai Kekuatan Rakyat (People Power Party/PPP) yang mengusung Yoon berharap

dapat meyakinkan presiden untuk mengundurkan diri lebih awal, daripada harus memaksanya untuk mundur.

Jika parlemen Korea Selatan menyetujui undang-undang pemakzulan, konferensi akan dilaksanakan oleh lembaga konstitusi.

Yoon dapat dihentikan secara permanen, dua pertiga suara dari pengadilan harus mendukung keputusan tersebut

Jika proses pemakzulan berjalan, keputusan akhir akan bergantung pada hasil konferensi di Pengadilan Konstitusi.

Jika dua pertiga suara dari hakim mendukung pengadilan pemakzulan, maka Yoon Suk Yeol akan dicopot dari jabatannya sebagai Presiden Korea Selatan.

Namun, proses tersebut diperkirakan akan memakan waktu lama, dengan berbagai upaya hukum yang mungkin dilakukan oleh pihak-pihak yang mendukung Yoon.

Sejumlah politisi yang pro-Yoon berpendapat bahwa langkah pemakzulan ini lebih bersifat politis dan bukan karena alasan hukum yang sah.

Mereka juga menekankan pentingnya stabilitas politik dan ekonomi negara, serta mendesaknya para

pihak fokus pada upaya untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi Korea Selatan, yang tengah menghadapi tantangan global.

Di sisi lain, pihak oposisi yang terus mendorong untuk mengizinkan pemakzulan menilai tindakan Yoon sebagai bentuk perlindungan kekuasaan.

Mereka berpendapat bahwa kebijakan darurat militer yang diumumkan oleh Yoon pada Desember 2024 adalah langkah yang

berlebihan dan bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Sebagai tanggapan, Yoon kembali menegaskan komitmennya untuk melindungi demokrasi dan

mengatasi ancaman yang dianggapnya berasal dari parlemen oposisi. Ia juga mengklaim bahwa langkah darurat

militer yang diambilnya adalah untuk mencegah jatuhnya negara ke dalam pemerintahan otoriter yang dipimpin oleh oposisi.

Namun, meski Yoon tetap teguh dengan pendiriannya, tekanan politik dan persaingan antara pihak pemerintah dan oposisi diperkirakan akan terus memanas.

Banyak pihak yang memandang krisis politik ini sebagai ujian bagi demokrasi Korea Selatan, yang dapat mempengaruhi arah politik negara maju.

 

Exit mobile version