August 7, 2025
Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan 'Dosa Besar'

Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan 'Dosa Besar'

Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan ‘Dosa Besar’

Kelompok Hizbullah secara terbuka menolak wacana pelucutan senjata yang muncul dari sebagian anggota kabinet Lebanon.

Pernyataan ini menjadi respon keras terhadap tekanan domestik maupun internasional yang menuntut kelompok bersenjata di

Lebanon menyerahkan kendali militer mereka kepada negara. Hizbullah menyebut langkah tersebut sebagai “dosa besar

yang justru melemahkan pertahanan nasional di tengah konflik regional yang masih panas, terutama di perbatasan selatan Lebanon dengan Israel.

Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan ‘Dosa Besar’

Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, dalam pidatonya menuding sebagian anggota kabinet Lebanon melakukan “pengkhianatan

terhadap kepentingan nasional. Ia menyebut bahwa usulan pelucutan senjata bukanlah demi perdamaian, tetapi demi memenuhi tekanan dari pihak

asing, termasuk Amerika Serikat dan sekutu Baratnya.

Nasrallah menekankan bahwa kekuatan militer Hizbullah merupakan benteng utama bagi Lebanon dalam menghadapi agresi Israel yang terus terjadi sejak lama.

Ketegangan Politik Meningkat

Pernyataan Hizbullah langsung memicu reaksi tajam dari berbagai kalangan di dalam negeri Beberapa politisi moderat dan kelompok masyarakat sipil

menyuarakan keprihatinan terhadap dominasi militer Hizbullah yang dinilai melemahkan otoritas negara. Mereka mendesak agar senjata hanya

berada di bawah kendali militer resmi Lebanon, bukan kelompok bersenjata di luar struktur negara.

Namun, ada pula kalangan yang mendukung Hizbullah dengan alasan sejarah perlawanan mereka terhadap pendudukan Israel di masa lalu.

Ini menunjukkan betapa isu senjata Hizbullah masih menjadi salah satu perdebatan paling sensitif di Lebanon.

Latar Belakang Peran Hizbullah di Lebanon

Sejak didirikan pada tahun 1982, Hizbullah tumbuh menjadi kekuatan politik dan militer yang sangat berpengaruh di Lebanon.

Mereka dikenal karena perlawanan bersenjata terhadap Israel, terutama selama Perang Lebanon 2006.

Selain kekuatan militer, Hizbullah juga aktif dalam bidang sosial dan politik, bahkan memiliki kursi di parlemen Lebanon dan jabatan di pemerintahan.

Kekuatan bersenjata Hizbullah selama ini menjadi titik kontroversi. Sebagian kalangan melihat mereka sebagai pelindung negara

sementara yang lain menganggap kehadiran milisi bersenjata non-negara sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan kestabilan nasional.

Tanggapan dari Komunitas Internasional

Beberapa negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Inggris, kembali menegaskan bahwa Hizbullah adalah organisasi teroris dan mendesak pemerintah

Lebanon untuk mengambil langkah konkret melucuti senjata kelompok tersebut Namun, dukungan

Hizbullah dari negara-negara seperti Iran menambah kompleksitas situasi, karena kekuatan geopolitik ikut bermain dalam setiap keputusan yang diambil pemerintah Lebanon.

PBB sendiri menyerukan dialog damai dan penyelesaian politik internal Lebanon, tanpa campur tangan kekerasan.

Namun, realitas politik Lebanon yang terfragmentasi membuat langkah semacam ini sulit direalisasikan secara efektif dalam waktu dekat.

Potensi Krisis Baru di Tengah Instabilitas

Penolakan Hizbullah bisa memicu krisis politik baru di Lebanon, yang saat ini tengah berjuang keluar dari krisis ekonomi dan sosial yang berkepanjangan.

Ketegangan antara kekuatan politik pro-Hizbullah dan anti-Hizbullah dikhawatirkan akan memperburuk situasi dalam negeri, termasuk potensi pecahnya kekerasan sektarian.

Beberapa analis menilai bahwa stabilitas Lebanon bergantung pada kesepakatan nasional yang mampu

menyeimbangkan kekuatan berbagai faksi, termasuk peran Hizbullah di dalamnya Tanpa itu, negara kecil di Timur Tengah ini terancam terjerumus ke dalam kekacauan politik yang berkepanjangan.

Penutup

Hizbullah tetap bergeming dalam menolak pelucutan senjata, dengan alasan menjaga pertahanan nasional

. Sementara pemerintah Lebanon berada di bawah tekanan dari berbagai pihak, baik internal maupun eksternal.

Masa depan stabilitas politik Lebanon kini bergantung pada kemampuan para pemimpinnya untuk meredakan ketegangan tanpa harus memicu konflik yang lebih besar.

Baca juga: Airlangga Klaim Konsumsi Masih Moncer: Rohana-Rojali Cuma Isu yang Ditiup-tiup

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Anda bukan Robot *Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.