
Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan 'Dosa Besar'
Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan ‘Dosa Besar’
TARGETINNGID | Berita Viral Paling Hot Di Dunia Maya Hanya Disini!
TARGETINNGID adalah platform yang hadir untuk membantu Anda tetap terinformasi di tengah perubahan dari inovasi teknologi hingga e-sports yang mendefinisikan hiburan generasi baru
Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan 'Dosa Besar'
Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan ‘Dosa Besar’
Kelompok Hizbullah secara terbuka menolak wacana pelucutan senjata yang muncul dari sebagian anggota kabinet Lebanon.
Pernyataan ini menjadi respon keras terhadap tekanan domestik maupun internasional yang menuntut kelompok bersenjata di
Lebanon menyerahkan kendali militer mereka kepada negara. Hizbullah menyebut langkah tersebut sebagai “dosa besar
yang justru melemahkan pertahanan nasional di tengah konflik regional yang masih panas, terutama di perbatasan selatan Lebanon dengan Israel.
Sekretaris Jenderal Hizbullah, Hassan Nasrallah, dalam pidatonya menuding sebagian anggota kabinet Lebanon melakukan “pengkhianatan
terhadap kepentingan nasional. Ia menyebut bahwa usulan pelucutan senjata bukanlah demi perdamaian, tetapi demi memenuhi tekanan dari pihak
asing, termasuk Amerika Serikat dan sekutu Baratnya.
Nasrallah menekankan bahwa kekuatan militer Hizbullah merupakan benteng utama bagi Lebanon dalam menghadapi agresi Israel yang terus terjadi sejak lama.
Pernyataan Hizbullah langsung memicu reaksi tajam dari berbagai kalangan di dalam negeri Beberapa politisi moderat dan kelompok masyarakat sipil
menyuarakan keprihatinan terhadap dominasi militer Hizbullah yang dinilai melemahkan otoritas negara. Mereka mendesak agar senjata hanya
berada di bawah kendali militer resmi Lebanon, bukan kelompok bersenjata di luar struktur negara.
Namun, ada pula kalangan yang mendukung Hizbullah dengan alasan sejarah perlawanan mereka terhadap pendudukan Israel di masa lalu.
Ini menunjukkan betapa isu senjata Hizbullah masih menjadi salah satu perdebatan paling sensitif di Lebanon.
Sejak didirikan pada tahun 1982, Hizbullah tumbuh menjadi kekuatan politik dan militer yang sangat berpengaruh di Lebanon.
Mereka dikenal karena perlawanan bersenjata terhadap Israel, terutama selama Perang Lebanon 2006.
Selain kekuatan militer, Hizbullah juga aktif dalam bidang sosial dan politik, bahkan memiliki kursi di parlemen Lebanon dan jabatan di pemerintahan.
Kekuatan bersenjata Hizbullah selama ini menjadi titik kontroversi. Sebagian kalangan melihat mereka sebagai pelindung negara
sementara yang lain menganggap kehadiran milisi bersenjata non-negara sebagai ancaman terhadap kedaulatan dan kestabilan nasional.
Beberapa negara Barat, terutama Amerika Serikat dan Inggris, kembali menegaskan bahwa Hizbullah adalah organisasi teroris dan mendesak pemerintah
Lebanon untuk mengambil langkah konkret melucuti senjata kelompok tersebut Namun, dukungan
Hizbullah dari negara-negara seperti Iran menambah kompleksitas situasi, karena kekuatan geopolitik ikut bermain dalam setiap keputusan yang diambil pemerintah Lebanon.
PBB sendiri menyerukan dialog damai dan penyelesaian politik internal Lebanon, tanpa campur tangan kekerasan.
Namun, realitas politik Lebanon yang terfragmentasi membuat langkah semacam ini sulit direalisasikan secara efektif dalam waktu dekat.
Penolakan Hizbullah bisa memicu krisis politik baru di Lebanon, yang saat ini tengah berjuang keluar dari krisis ekonomi dan sosial yang berkepanjangan.
Ketegangan antara kekuatan politik pro-Hizbullah dan anti-Hizbullah dikhawatirkan akan memperburuk situasi dalam negeri, termasuk potensi pecahnya kekerasan sektarian.
Beberapa analis menilai bahwa stabilitas Lebanon bergantung pada kesepakatan nasional yang mampu
menyeimbangkan kekuatan berbagai faksi, termasuk peran Hizbullah di dalamnya Tanpa itu, negara kecil di Timur Tengah ini terancam terjerumus ke dalam kekacauan politik yang berkepanjangan.
Hizbullah tetap bergeming dalam menolak pelucutan senjata, dengan alasan menjaga pertahanan nasional
. Sementara pemerintah Lebanon berada di bawah tekanan dari berbagai pihak, baik internal maupun eksternal.
Masa depan stabilitas politik Lebanon kini bergantung pada kemampuan para pemimpinnya untuk meredakan ketegangan tanpa harus memicu konflik yang lebih besar.
Baca juga: Airlangga Klaim Konsumsi Masih Moncer: Rohana-Rojali Cuma Isu yang Ditiup-tiup