May 28, 2025
Home » Menbud Fadli Zon Tegaskan yang Ditulis Ulang Bukan Sejarah Resmi
Screenshot 2025-05-26 164846

Menbud Fadli Zon Tegaskan yang Ditulis Ulang Bukan Sejarah Resmi

Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon baru-baru ini menimbulkan diskusi publik

yang cukup hangat. Dalam sebuah konferensi pers di Jakarta, Fadli menegaskan bahwa proses penulisan

ulang sejumlah buku sejarah yang dilakukan oleh kementeriannya

bukan bertujuan untuk mengubah sejarah resmi, melainkan untuk memberikan perspektif baru yang lebih luas dan kontekstual.

Pernyataan ini muncul sebagai respons atas berbagai kritik dari sejarawan, akademisi, dan masyarakat yang khawatir bahwa

pemerintah tengah merekonstruksi narasi sejarah nasional demi kepentingan politik tertentu.

Namun, Fadli Zon membantah tudingan tersebut dan menyatakan bahwa inisiatif ini justru dilandasi semangat pelestarian dan pemerkayaan kebudayaan nasional.

Menbud Fadli Zon Tegaskan yang Ditulis Ulang Bukan Sejarah Resmi
Menbud Fadli Zon Tegaskan yang Ditulis Ulang Bukan Sejarah Resmi

Latar Belakang Revisi Buku Sejarah oleh Kementerian Kebudayaan

Kementerian Kebudayaan di bawah pimpinan Fadli Zon memang tengah menjalankan

program kajian ulang dan penulisan kembali buku-buku sejarah populer.

Tujuan dari langkah ini, menurut Fadli, adalah untuk menampilkan fakta-fakta sejarah alternatif

yang selama ini belum banyak terungkap dalam buku pelajaran atau literatur arus utama.

Fadli menyebut bahwa sejarah yang berkembang selama Orde Baru maupun Reformasi cenderung dikemas

dalam satu narasi tunggal. Padahal, dalam sejarah, selalu ada banyak versi dan perspektif, tergantung

dari siapa yang menulis, di mana, dan untuk siapa tulisan itu ditujukan.

“Kami tidak sedang menulis ulang sejarah resmi bangsa, tetapi memberikan ruang bagi narasi-narasi lokal

tokoh-tokoh terpinggirkan, serta kejadian-kejadian yang selama ini dianggap minor,” ujar Fadli.


Kontroversi di Kalangan Sejarawan dan Akademisi

Meski dijelaskan demikian, kebijakan ini tetap menuai sejumlah kritik.

Beberapa sejarawan khawatir revisi tersebut justru menjadi bentuk “sejarah yang dimanipulasi” dengan narasi yang tidak netral.

Sebagian menyebut bahwa penggunaan istilah “ditulis ulang” rawan disalahpahami

seolah-olah pemerintah sedang menyusun kembali kebenaran sejarah sesuai versi tertentu.

Namun, akademisi lainnya melihat ini sebagai peluang yang baik untuk memperluas pemahaman sejarah Indonesia.

Menurut mereka, selama dilakukan secara akademik, berdasarkan sumber-sumber valid

dan terbuka terhadap kritik ilmiah, maka pendekatan ini bisa memperkaya kesadaran sejarah masyarakat.


Tujuan Penulisan Ulang: Pelestarian Budaya dan Kesadaran Historis

Fadli Zon menekankan bahwa tujuan utamanya adalah untuk memperluas cakupan pemahaman sejarah bangsa.

Buku sejarah yang ditulis ulang tersebut akan mencakup aspek-aspek budaya lokal, perjuangan komunitas adat

tokoh-tokoh nonarus utama, dan narasi sejarah dari wilayah-wilayah yang selama ini kurang mendapat perhatian nasional.

Ia juga menyampaikan bahwa banyak generasi muda saat ini hanya mengenal sejarah dari fragmen-fragmen singkat di buku pelajaran.

Melalui pendekatan baru yang lebih naratif, literer, dan berbasis kebudayaan, ia berharap sejarah

tidak lagi dipahami secara kaku dan hitam-putih, tetapi lebih hidup dan membumi.


Proses Kurasi dan Verifikasi Akademis

Untuk menjamin validitas isi, Fadli Zon menyebut pihaknya bekerja sama dengan tim sejarawan

peneliti budaya, dan akademisi lintas disiplin dari berbagai perguruan tinggi. Buku-buku sejarah

yang ditulis ulang akan melewati tahapan kurasi, seminar akademik, hingga uji publik, sebelum diterbitkan secara luas.

Dengan demikian, pemerintah berharap bisa menjaga objektivitas dan integritas ilmiah dari buku-buku tersebut

serta menghindari penyisipan opini atau kepentingan politik dalam narasi sejarah.


Pelibatan Komunitas Lokal dan Budaya Daerah

Menariknya, proses penulisan ulang ini juga melibatkan masyarakat adat, komunitas lokal, dan tokoh budaya daerah.

Hal ini menjadi bagian dari upaya untuk menggali narasi sejarah yang hidup dalam

bentuk tradisi lisan, folklore, seni pertunjukan, dan manuskrip lokal.

Fadli menyatakan bahwa warisan budaya semacam itu penting untuk diangkat ke permukaan

agar sejarah Indonesia tidak hanya didominasi oleh pusat kekuasaan, tetapi juga mencerminkan suara-suara pinggiran yang selama ini terabaikan.

Baca juga:Xiaomi 15S Pro Resmi, HP Xring O1 Perdana dengan Skor AnTuTu 3 Juta


Penutup: Sejarah untuk Semua, Bukan Satu Versi Saja

Dalam penutup pernyataannya, Fadli Zon kembali menegaskan bahwa program penulisan ulang ini adalah bagian

dari demokratisasi sejarah, bukan penghapusan sejarah resmi. Pemerintah tetap mengakui sejarah yang ditulis

dalam dokumen negara, tetapi juga membuka ruang bagi masyarakat untuk mengenal sejarah dari sudut pandang yang berbeda.

Dengan pendekatan ini, diharapkan masyarakat Indonesia dapat memahami sejarah secara lebih

utuh, inklusif, dan kaya akan nilai-nilai kebudayaan.

Sejarah, kata Fadli, bukan milik satu golongan atau satu versi saja—sejarah adalah milik semua.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Anda bukan Robot *Time limit exceeded. Please complete the captcha once again.