
Dihantam Musibah Bertubi-tubi, Penjual Rokok Ini Bangun Kerajaan Nasi Padang
Kisah ini bermula dari lorong-lorong jalanan ibu kota. Di sanalah seorang pria bernama Rahmat Hidayat menjajakan rokok eceran setiap harinya. Berteman panas matahari dan debu jalanan, ia menjajakan dagangannya dari pagi hingga malam, berharap cukup rupiah terkumpul untuk makan dan menyambung hidup.
Namun hidup tak selalu bersahabat. Dalam satu dekade terakhir, Rahmat mengalami serangkaian musibah berat: ia kehilangan orang tua, tertipu rekan bisnis kecil-kecilan, hingga pernah digusur dari tempat tinggal kontrakan karena tak mampu bayar. Di titik paling rendah dalam hidupnya, Rahmat sempat berpikir untuk menyerah.
Namun siapa sangka, dari reruntuhan harapan itulah lahir sebuah semangat baru. Kini, Rahmat dikenal sebagai pemilik jaringan restoran Nasi Padang “Pagi Baru”, yang telah memiliki lebih dari 20 cabang di berbagai kota di Indonesia.

Dihantam Musibah Bertubi-tubi, Penjual Rokok Ini Bangun Kerajaan Nasi Padang
Rahmat memulai kariernya di Jakarta sebagai penjual rokok keliling, modal awalnya hanya sebuah etalase kecil dari kayu, rak buatan sendiri, dan sedikit stok rokok dari warung grosir terdekat. Ia menjajakan rokok di kawasan terminal dan stasiun, bertahan dengan keuntungan seribu dua ribu rupiah per hari.
Ia tidur di emperan toko, makan seadanya, dan sesekali menerima caci maki dari pelanggan atau aparat yang menganggapnya menggangu ketertiban. Namun satu hal yang membuatnya terus bertahan adalah mimpi kecil yang ia simpan sejak kecil: membuka warung makan.
Musibah Datang Silih Berganti
Hidup Rahmat semakin terpuruk ketika ia kehilangan kedua orang tuanya dalam waktu yang berdekatan. Tak lama setelah itu, ia mempercayakan seluruh tabungannya kepada seorang kenalan yang menjanjikan bisnis pulsa dan warung kopi kecil-kecilan. Hasilnya? Modal lenyap, dan Rahmat harus memulai dari nol lagi.
Belum cukup di situ, Rahmat juga pernah menjadi korban penggusuran di kawasan tempat tinggal kumuh tempat ia menumpang tinggal. Selama beberapa minggu, ia hidup berpindah-pindah, tidur di musala, terminal, hingga pernah menginap di warung makan kenalannya.
Namun di tengah badai musibah, satu hal yang selalu ada adalah aroma masakan Minang dari warung kecil tempat ia dulu sering numpang makan. Dari situ, muncul ide: mengapa tidak mulai menjual masakan Padang sendiri?
Modal Nekat dan Resep Warisan
Honda4d Rahmat bukan orang Minang, namun ia pernah bekerja sebagai asisten dapur di sebuah rumah makan Padang kecil selama 6 bulan. Di sana, ia belajar memasak gulai ayam, rendang, sambal ijo, dan berbagai lauk khas Sumatra Barat. Ia pun mencatat resepnya, mengutak-atik bumbunya, dan mulai bereksperimen memasak sendiri di dapur kos temannya.
Dengan sisa uang 300 ribu rupiah, ia membeli bahan dasar untuk memasak 3 jenis lauk. Lalu ia menyewa tempat kaki lima kecil di pinggir jalan kawasan Jakarta Timur, dan mulai menjual nasi Padang dalam porsi bungkus.
Tidak butuh waktu lama, masakannya mulai dikenal karena cita rasa otentik dan harga terjangkau. Pelanggan datang, dan omzet pun perlahan meningkat. Dalam waktu 6 bulan, Rahmat bisa menyewa tempat lebih besar dan menggaji dua karyawan.
Membuka Cabang Pertama, Lalu Merambah Kota Lain
Tahun 2018 menjadi titik balik bagi Rahmat. Ia memberanikan diri membuka cabang kedua di kawasan Depok. Modalnya sebagian dari keuntungan usaha, sebagian lagi dari pinjaman koperasi syariah. Ia memberi nama usahanya “Pagi Baru”, mengandung makna harapan baru dalam hidupnya.
Strategi Rahmat sederhana: jaga kualitas rasa, harga tetap bersahabat, dan pelayanan ramah. Ia juga aktif mempromosikan usahanya di media sosial, terutama lewat video singkat yang menunjukkan proses memasak dan cerita inspiratifnya.
Lambat laun, nama “Pagi Baru” mulai dikenal. Banyak pelanggan loyal menyarankan untuk membuka cabang di kota lain. Hingga tahun 2024, Rahmat telah membuka lebih dari 20 cabang di Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya.
Rahasia Sukses: Konsistensi dan Doa
Dalam berbagai kesempatan wawancara, Rahmat sering menyebut bahwa “kerja keras saja tidak cukup, harus konsisten dan sabar.
Ia tidak langsung sukses besar. Ada juga masa ketika warung sepi, karyawan keluar masuk, bahkan ada pelanggan komplain.
Namun satu hal yang selalu ia pegang adalah komitmen menjaga kualitas dan niat baik. “Kalau kita masak dengan hati, orang akan bisa merasakannya,” ujarnya. Ia juga rutin melakukan sedekah nasi bungkus setiap Jumat, membagikan kepada tukang becak, pemulung, dan pengemudi ojol di sekitar cabang-cabangnya.
Digitalisasi Membantu Ekspansi
Rahmat tak menutup diri terhadap perkembangan zaman. Ia mulai menggandeng platform delivery online seperti GoFood dan GrabFood, serta membuka akun TikTok dan Instagram untuk promosi. Konten yang viral adalah video “behind the scene” dapur rumah makannya, yang menunjukkan bagaimana gulai dan rendang dimasak dari nol.
Tak hanya itu, Rahmat juga mulai menggunakan sistem kasir digital dan aplikasi stok bahan baku agar operasional cabang bisa lebih efisien. Ia mengakui bahwa anak-anak muda banyak membantu perkembangan bisnisnya dari sisi branding dan promosi online.
Memberdayakan Orang-orang yang Pernah Gagal
Satu nilai mulia dari kerajaan Nasi Padang milik Rahmat adalah komitmennya dalam memberdayakan orang-orang yang pernah jatuh seperti dirinya dulu.
Banyak dari karyawannya adalah mantan pemulung, mantan buruh kasar, hingga mantan narapidana yang kesulitan mendapatkan pekerjaan.
“Saya tahu rasanya tidak punya siapa-siapa. Jadi saya ingin restoran ini bukan cuma tempat cari makan, tapi tempat bangkit juga,” tutur Rahmat dalam satu wawancara.
Ia kini bahkan memiliki program pelatihan memasak dan magang bisnis kecil, terutama bagi ibu rumah tangga dan pemuda putus sekolah.
Baca juga:Kasus COVID-19 Singapura Tembus 14 Ribu Sepekan, Varian Ini Jadi Biang Keroknya
Kesimpulan: Dari Penjual Rokok ke Pengusaha Nasi Padang
Kisah Rahmat Hidayat adalah bukti nyata bahwa kehidupan yang keras tidak selalu harus berujung pada keputusasaan.
Dengan semangat, ketekunan, dan keberanian untuk memulai dari nol, seorang penjual rokok bisa bangkit dan membangun kerajaan kuliner yang menginspirasi.
Kini, “Pagi Baru” bukan hanya nama rumah makan, tapi juga simbol dari harapan baru, kesempatan kedua, dan keajaiban yang bisa terjadi jika seseorang percaya pada mimpinya.